Majelis Ta'lim Kaum Ibu Almamur namanya. Letaknya di Cikarang Barat, kampung halaman saya. Murid setianya, yang hadir tiap hari Rabu, hanya 30 orang. Tapi ketika peringatan maulid kemarin (27 Maret 2010), jumlah yang muncul ada seratusan. Mereka utusan dari majlis ta'lim kaum ibu sekitar.
Majelis ta'lim ini dianggap "sempalan" karena majelis ta'lim kaum ibu sebelumnya sudah berubah nama menjadi Almamuriyah. Tempatnya pun sudah pindah. Alma'muriyyah kini memiliki gedung sendiri. Dibangun dengan biaya urunan, yaitu gabungan antara waqaf dan sumbangan kaum ibu. Waktu pengumpulan sumbangan tiap minggu, majelis ta'lim itu masih bernama Almamur dan tempatnya masih di masjid. Yayasan pelindungnya waktu itu adalah Almamur, yang juga mengayomi pendidikan, dari ibtidaiyyah sampai SMU dan Aliyah. Sedangkan untuk Almamuriyah sekarang ini ada yayasan pengelolanya sendiri, namanya Almamuriyah juga. Dibentuk pas mau pindah tempat dari masjid ke gedung sendiri.
Singkat cerita, kini majelis ta'lim yang asli, yang namanya Almamur, harus back to basic. Tempatnya balik lagi, di masjid. Hari pengajiannya tetap hari Rabu (ini yang bikin ribut, karena pengajian di Almamuriyah juga dilaksanakan di hari yang sama dan jam yang sama). Mungkin memang itulah aslinya, seperti cikal bakalnya, yaitu di mushalla Nurul Fata, yang sekarang berubah namanya jadi Nurul Ikhlas (depan rumah saya). Mungkin seperti itu pula yang diinginkan oleh pendirinya, KH. Mahmud bin Saijan (ayah saya) dan penerusnya, KH. Abubakar Sanusi (abang misan saya). Kecil dan sedikit, tapi berkualitas.
Ada dua hal yang istimewa pada maulid kali ini. Pertama dekorasinya bagus dan sangat unik. Ada foto pengurus majelis ta'lim yang dipasang di photo print besar. Ada panggung yang cantik, paduan alami dan moderen. Ada tenda yang melindungi hadirin dari panas matahari. Daerah ini memang memiliki ahli dekorasi otodidak yang belum tergantikan. Dia kakak kelas saya satu tahun ketika masih di SD. Reputasinya pernah sampai tingkat nasional. Sehingga yang namanya acara seremonial pakai dekorasi, bisa dipastikan dekorasinya cantik, sekaligus unik. Padahal orangnya santai-santai aja. Bisa jadi itu pengaruh dari gaya senimannya.
Yang kedua, penceramahnya. Namanya KH. Mukhtar Ghazali. Asli L.A. (baca el-e, gaya inggris). Tapi bukan Los Angeles, melainkan Lemah Abang, (dulu kecamatan, di sekitar 4 km di sebelah timur Cikarang). Gayanya Betawi Asli. Semua istilah yang jadul-jadul keluar semua. Gadag, bagen, kagak gableg, keberon-beron, dipleter-pleter dan sebagainya. Tapi dibalik semua guyonan itu, apa yang disampaikannya adalah tausiyah yang bagus. Dan yang membuat saya tercengang adalah tausiah, yang diambilnya dari kitab kuning itu, amat relevan buat kondisi ummat hari ini.
*****
Menurut tausiah itu, sepuluh penyakit yang menghancurkan masyarakat.
Pertama, rusaknya akhlaq penguasa. Kalau penguasa sebuah masyarakat itu zhalim, suka korupsi-kolusi-nepotime, tidak peduli nasib rakyat dan sukanya jalan-jalan dan foya-foya, maka nasib masyarakatnya tidak akan pernah membaik.
Kedua, pengusaha yang suka menipu. Kerjaannya mengurangi timbangan untuk harga yang sama. Melakukan najasy (penawaran palsu), iklan bohong dan lain-lain. Masyarakat dengan pedagang seperti ini tidak akan pernah dipercaya lagi untuk melakukan usaha atau kerjasama.
Ketiga, masyarakatnya hubbud dunya (cinta dunia yang mengalahkan urusan lainnya). Yang seperti ini mengakibatkan penyakit bakhil (pelit), ogah berkorban untuk kepentingan agama, apalagi untuk kepentingan masyarakat.
Keempat, masyarakatnya suka ujub dan sum'ah. Kagum pada diri sendiri. Kagum pada pencapaiannya sendiri, pada kehebatan dan kemampuannya. Ummat dengan sifat seperti ini tidak akan mau berkembang lagi, karena menganggap ummat lain lebih buruk. Sedangkan sum'ah adalah penyakit senang dipuji, merasa senang kalau ada yang memuji. Yang seperti ini sulit menerima kalau dia memiliki kekurangan, sulit menerima kritik.
Kelima, hasad dan namimah. Hasad adalah rasa iri melihat keberhasilan orang lain. Ia menginginkan agar orang lain itu jatuh dan keberhasilan itu miliknya sendiri. Namimah adalah karakter mengadu domba para pihak agar mereka kelelahan dan keuntungannya akan diambil oleh orang yang mengadu domba. (Buat anda yang melihat dan mengalami kehidupan di partai politik, apakah ini tidak relevan?)
Keenam penyakit Riya alias beramal karena ingin dilihat orang. Pekerjaan hanya akan dilaksanakan kalau diawasi atau ingin dipuji. Dengan kondisi seperti ini tidak akan lahir karya yang tertinggi.
Ketujuh, Berkurangnya rasa malu dari kaum perempuan. Akan banyak kemaksiatan yang terjadi apabila rasa malu sudah berkurang dari akhlak kaum wanita. Wanita secara fitrah diciptakan untuk memiliki rasa malu yang lebih tinggi dari kaum pria. Sifat itulah yang mencegah wanita untuk melakukan kemaksiatan.
Kedelapan, hilangnya semangat jihad dari ummat. Jihad, yang secara bodoh diartikan sebagai teroris, adalah semangat berjuang, berkarya dan berfikir, dan merupakan elanvital dari keberlanjutan sebuah masyarakat. Jika hilang semangat ini, maka hilanglah sebuah masyarakat. Ini adalah fenomena universal. Bahkan Amerika pun tak segan-segan menteror sebuah negara apabila tidak mau tunduk secara bisnis kepada mereka.
Kesembilan, hilangnya majlis ilmu. Para ulama, intelektual, guru, mahasiswa, santri dan lain-lain sudah tidak semangat lagi untuk mengembangkan ilmu. Pengajian-pengajian kosong dari jamaah. Dalam kondisi sekarang, kebanyakan orang lebih suka nonton sinetron, infotainment, reality show dan lain-lain ketimbang belajar tentang agama.
Kesepuluh, kosongnya masjid dari jamaah. Tidak ada yang menghidupkan masjid , mushalla dan tempat ibadah lainnya. Orang lebih senang shalat di rumah karena lebih mudah dan tak perlu berlama-lama menunggu imam. Lagipula shalat di rumah bisa diatur kecepatannya. Kalau tidak, nanti ketinggalan acara di prime time TV favorit. Akibatnya dalam masyarakat tidak ada lagi berkah berjamaah, baik secara ekonomi, politik, maupun kemasyarakatan. Semua orang hidup nafsi-nafsi alias lu-lu gua-gua.
****
Ditengah suara gelak ibu-ibu yang mendengarkan tausiah, yang disampaikan dengan gaya lelucon itu, saya menangkap pesan zaman yang amat kuat. Terasa ada mutiara bersinar dari acara maulid yang sering dibilang bid'ah itu. Tausiah itu begitu menghunjam jantung alam moderen yang serba permissive ini: Manusia sekarang ternyata kembali ke alam jahiliah yang sifat-sifatnya disebut oleh tausiah tersebut. Dalam terminologi modern, karakter manusia sekarang sebenarnya berada pada sisi yang paling primitifnya, padahal ia hidup di dunia yang serba canggih dan cepat. Maka jangan heran jika Dr. Muhammad Quthub pernah melukiskan tabiat manusia sekarang sebagai Jahiliyah Qarnil 'Isyrin (Jahiliah Abad 20) dalam buku dengan judulnya itu.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar